Patung-patung itu diarak pria-pria mengenakan kain poleng dan udeng sambil memainkan sejumlah alat musik.
Pagelarah nan meriah itu merupakan ritual Tawur Agung sebagai bentuk rasa terimakasih umat Hindu kepada alam semesta yang telah memberikan segala nikmat.
Ogoh-ogoh adalah patung-patung yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala sebagai perlambang sadripu atau enam musuh dalam diri manusia, yaitu: kama (nafsu, keinginan), lobha (tamak, rakus), krodha (kemarahan), moha (kebingungan), mada (mabuk), dan matsarya (dengki, iri hati).
Ogoh-ogoh yang diarak adalah simbol bahwa dalam kehidupan manusia sehari-hari selalu digoda oleh enam musuh dalam dirinya itu.
Setelah diarak, ogoh-ogoh lalu dibakar karena saat memasuki Hari Raya Nyepi umat Hindu sudah "membakar" keenam dorongan negatif di dalam dirinya.
Pawai budaya Tawur Kesanga di Monas adalah puncak perayaan Hari Nyepi di Jakarta yang dibuka dengan kesenian Betawi; Tanjidor.
refleksi
Hari ini, Umat Hindu di Indonesia merayakan Tahun Baru Saka 1937 dengan melakukan penyepian dengan tidak melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan duniawi.
Hal itu dilakukan sebagai momen instropeksi diri dan perenungan atas segala perbuatan sehingga bisa menjadi manusia yang lebih baik di tahun yang baru.
Sebelum Hari Raya Nyepi sendiri, terdapat rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.
"Makna Nyepi berarti menyepi, mencari sepi untuk merenungi semua kesalahan-kesalahan baik prilaku yang disengaja maupun tak disengaja dan dikoreksi agar nantinya menjadi lebih baik," kata I Gede Wira Suryantala (25), salah seorang umat Hindu di Jakarta, Kamis malam. Selain itu, kita berharap di hari dan tahun mendatang menjadi lebih baik di bawah bimbingan Tuhan," kata dia.
Nyepi juga mendapat pemaknaan yang sama dari pemeluk Hindu lain, I Wayan Yoga (27) yang menilai ritual Catur Brata dalam Nyepi layaknya meditasi.
"Dalam Catur Brata itu kita seperti meditasi, melakukan pemurnian diri untuk memulai awal baru," kata I Wayan Yoga.
"Ritual yang penting hari ini adalah Melasti atau sembahyang ke pantai untuk membersihkan diri, selanjutnya melakukan sembahyang bersama ke setiap perempatan jalan sebagai bentuk memohon keselamatan dan mengusir roh jahat dengan membunyikan bunyi-bunyian atau pentungan. Nah kalau ogoh-ogoh sih hanya bentuk kreativitas aja," kata I Gede Wira Suryantala.
Merayakan Hari Raya Nyepi di Jakarta dan jauh dari keluarga, tidak mengurangi makna Nyepi itu sendiri.
"Bedanya paling tidak melakukan Nyepi bersama keluarga. Tidak mengurangi makna apa-apa," kata I Wayan Yoga yang sebelumnya melakukan sembahyang di Pura Aditya Jaya, di Jalam Daksina Raya, Rawamangun, Jakarta Timur.
0 comments:
Post a Comment